Blogku SayangBlogku Malang

Blogku sayang blogku malang. Dari sejak lahir sampai sekarang -ternyata sudah 2012- masih begini-begini saja. Lebih dari dua tahun dipelihara ga’ ada progress sama sekali. Template masih sama, followers tetap sama , lay out pun sama. Postingan? Apalagi, sama. Hanya kalender dan jam digital yang mengalami perubahan, angkanya, lumayan. Ibarat kata, mati segan hidup pun ogah. Maaf, bakan tanpa alasan. Saya nggak punya pulsaaa -iklan. Pulsa? Kalau itu memang bisa dijadikan alasan, izinkan saya memberi memberi penjelasan. Begini, selama ini untuk nge-blog, saya harus pakai modem -diluar kantor yang gratis dan warnet yang bayar. Niah, maksud pulsa disini adalah itu, pulsa modem. Tidak ada pulsa untuk posting atau sekedar baca ulang tulisan lebay atau mendengarkan backsound make a memory atau cuma hanya sekedar -tiga kata satu makna digabung jadi satu = penekanan- login. Kasihaan. Bukan, bukan itu alasan sebenarnya. Itu hanya alasan yang dibuat-buat. Saya TIDAK BISA menulis. Maaf, ada kata yang ditulis kapital, bukan untuk pamer. Lagipula apa yang yang bisa dipamerin dari tidak bisa. Hanya menegaskan saja. Dan benar itu adalah alasan yang sebenar-benarnya. Pertanyaan yang muncul kemudian, tidak bisa menulis kenapa membuat blog? Jawabannya adalah saya bercita-cita untuk bisa menulis, bukan penulis. Bedakan dan tolong fahami. Saya kira lebih wajar, tidak bisa menulis menjadi bisa menulis daripada tidak bisa menulis menjadi penulis. Sangat naif alias lugu, lucu tur wagu. Ya, dunia ini memang lucu. Hidup ini lucu. Manusianya lucu dan nasibnya pun lucu. Atau memang sengaja dibuat lucu dari sono-nya. Kadang yang dulu disuka sekarang dibenci, yang dulu dibenci sekarang malah justru semakin sibenci, eh maksudnya sebaliknya. Pelajaran hidup : hati-hati jika membenci dan atau menyuka karena suatu saat bisa jadi berbalik, menyuka dan atau membenci. Who never know. Cerita saya dan menulis mungkin juga bisa dikatakan lucu. Bahkan mungkin perlu ditambah kata tur wagu di belakangnya. Begini, dikisahkan ketika kelas 5 atau 6 SD, pada bagian tes essai pelajaran bahasa indonesia selalu ada “Kalimat Buatlah Sebuah Karangan!”. Ya seperti itu, cetak tebal dan tanda penthung -tanda seru- dibelakangnya. Ketika melihat, membaca dan memahami perintah itu, mendadak tiba-tiba bulu kuduk merinding, tiba-tiba badan menggigil, tiba-tiba kepala pening, tiba-tiba jari-jari kaku, tiba-tiba bicara gagu, tiba-tiba otak beku. Dan tiba-tiba yang terakhir, tiba-tiba saya mati kutu. Ya, tiba-tiba semuanya menjadi tiba-tiba. Betulkah seperti itu? Tidak, saya melibih-lebihkan gambaran itu. Gambaran yang menggambarkan bahwa saya TIDAK SUKA menulis. Maaf, sekali lagi ada yang saya tulis dengan kapital. Bukan untuk pamer. Lagipula apa yang bisa dipamerin dari tidak suka. Hanya menegaskan saja. Wiwiting tresno jalaran seko kulino. Kulino atau kepekso? Dua-duanya. Kebiasaan dan keterpaksaan. Pertama, tuntutan akademik, hampir setiap mata kuliah diharuskan = makalah + presentasi. Mau atau tidak, menulis -makalah- hukumnya wajib. Kedua, salah gaul, para senior yang saya gauli dan kadang juga menggauli, selalu mendoktrin = baca + tulis. Dan dalam pergaulan ini, menulis hukumnya sunnah muakad. Kecintaan timbul dari seringnya berinteraksi. Itulah kira-kira arti dari kalimat diawal paragraf. Dan lama kelamaan saya sangat dekat dengan dunia ini. Dunia yang syarat utamanya tidak bisa saya penuhi. Dunia menulis. Saya SUKA menulis. Maaf, untuk kesekian kali ada kata yang saya tulis dengan kapital. Bukan untuk penegasan. Lagi pula apa yang ditegaskan dari kata suka. Hanya pemer saja, Niaah. Tetapi ternyata suka tidak sama dengan bisa. Bukan tanpa usaha. Pernah saya bergabung dalam forum menulis, RESCI. Maaf, ada kapital lagi. Stop! Ini bukan pamer atau tidak pamer. Ini adalah singkatan nama. RESCI, Religion and Social Changed Institute. Forum dengan tema besar masalah perubahan sosial dan keberagamaan. Dan disini saya benar-benar merasakan bahwa menulis tidaklah gampang. Butuh analisis kritis, kritik konstruktif, penyelesaian solutif atau apalah. Otak saya dibuat cekot-cekot dengan itu. Dan saya frustasi. Kemudian saya beralih kepada menulis yang menurut saya -saat itu- lebih mudah, menulis fiksi. Modal utama sudah ditangan, melamun, membayangkan dan mendramatisir keadaan. Ya, sedikit banyak sudah menjadi kebiasaan saya. Tinggal dituangin kedalam tulisan dan menulis. Tetapi ternyata itupun tidaklah gampang. Kembali ke masalah awal, otak saya cekot-cekot. Dan aku benar-benar frustasi. Ya sudahlah. Akhiri saja tulisan ini sebelum frustasi ini menjadi. Tetapi sebelumnya izinkan saya memberi klarifikasi dan juga koreksi. Pertama, Maaf, alur tulisan ini ngalor-ngidul ga’ genah. Kata dan makna yang tidak karuan, juga omitting dan elliptic yang tidak semestinya. Kedua, maaf terlalu banyak kata maaf. Kata orang, kata yang terlalu banyak diulang malah justru menunjukkan ketidakseriusan makna dari si pengucap kata. Semisal cinta cinta cinta, menunjukkan makna tidak benar-benar cinta, benci benci benci, menunjukkan makn aticak benar-benar benci. Pun juga dengan kata maaf maaf maaf dalam tulisan ini. Bukan tanpa sengaja, ini sengaja. Maaf. Baiklah. Agar terlihat nyambung dengan tema awal tulisan, maka kalimat terakhhir dalam tulisan ini saya tulis : blogku sayang blokku malang. Selengkapnya...